Jumat, 27 April 2012

Mantan pacar istri banyak, bagaimana menyikapinya ?


Senang sekali akhirnya jari jemari saya bisa menari lagi untuk blog tercinta ini,walaupun idenya bukan pribadi dari saya tapi tak apa yaa. Kemarin waktu sedang malas-malasnya saya sempat meminta kakak saya untuk mempostingkan article di blog ini, dan terciptalah tulisan yang berjudul “Seberapa banyakkah Mantanmu ?” .
Ngak disangka dapat beragam respon dari sahabat sekalian, tapi yang bikin saya tergerak adalah komen mas jati yang menginginkan diskusi terbuka. Karena saya pribadi ngak tahu mesti bagaimana jadi saya putuskan untuk membuka jalur diskusi untuk masalah yang sedang dihadapi mas Jati. Dibawah ini adalah komennya tanpa ada saya kurangi sedikitpun, mas jati saya ambil komen pertama yaa karena panjangnya he he
————————————————————————————————-

beruntung aq bs ketemu blog ini, bisa curhat, kisah yg q alami sendiri….aq telah menikah 5 th dg wanita cantik yg punya mantan banyak.kuakui istriku memang cantik…tapi akhirnya nikah dg aq. padahal aq tak pernah brpacaran (bukannya aq tdk laku, jujur banyak cewek yg naksir aq, ingin jd istriku, perhatian banget dg aq, bahkan ada bbrp ibu2 menawarkan putrinya untuk aku, dsb.) Mengapa aq tdk pernah berpacaran?(padahal sejak SMP kelas 1 aku sdh jatuh cinta pd teman sekelasku yg rangking 1 dan lumayan cantik, kelas 2 teman diacak beda dg klas 1, aq jg jatuh cinta dg teman sekelas yg paling cantik, dst tiap saat pasti aku jatuh cinta pd teman sekelas atau adik tingkat yg tercantik tercantik, terkenal, berprestasi, aq secara resmi tdk pernah pacaran dgn satupun diantara mereka, aq sdh cukup puas jk sdh berteman akrab) Perlu teman2 ketahui berdasarkan pemahaman agamaku yg kuyakini adl bahwa pacaran itu tdk boleh, padahal hatiku sangat ingin. Temen2 bayangkan bgmn rumah tangga kami..panas seperti di neraka..berawal dari pengakuan istriku pada beberapa bulan setelah pernikahan kami yg tanpa merasa bersalah ceritakan semua kisah berpacaran dia itu.dia jg cerita jk dia masih menyimpan surat2 cinta dia yg katanya mau diceritakan keanak cucu buat pelajaran mereka. Bahkan amplop besar surat cinta istriku ke pacarnya yg diluar pulau pun yg tdk jadi dipakai karena diganti amplop yg lebih bagus dijadikan tempat wadah arsip2 dia dan ditaruh tertata rapi di mebel tempat buku2 dia dimasa lalu dikamar kami, di buku2 dia jg banyak kutemukan nama2 mantan2 dia, banyak sekali nama2 itu tertulis dimana-mana di buku, agenda, buku telp, aq jadi tahu persis atas cerita2 istriq sendiri siapa2 aja mantan pacarnya, kemana tempat2 yg dikunjungi, aq tahu persis dari A - Z krn aq selalu mengejar cerita yg sedetail mungkin setiap kali istriku menbuka dg cerita yg sekilas2 aja. Istriku cerita betapa setianya dia dgn semua mantan2nya, tak pernah neko2, tak pernah minta dibelikan apa2 malahan dia yg selalu belikan kemeja atau hadiah apa setiap kali sang pacar ultah, dia bahkan slalu mengalah, tapi justru sering dijahati ma mantan2nya, seperti diomongin kasar, ditinggal bgtu aja…Betapa istriku cerita bahwa dia dulu sangat cantik dan diincar banyal lelaki..sjk smp, sma, kuliah, bahkan wktu dh kerja…dia tipe setia..pd saat yg sama pasti hanya berpacar satu, baru stlh resmi berpisah (kadang tdk resmi tp g pernah kontak lg krn pacar suruh dia pindah ke kota pacar pdhal blm nikah n tdk ada kjlsan mau nikah/g, biasanya semua pacar janji mau nikahi tp akhirnya g jadi). Sejak aq tahu persis sejarah cinta istriku maka aku tdk pernah merasakan cinta istriku, kasih sayang istriku yg sangat besar kpdku pun semua terasa hambar, pengorbanan dan kesetiaan istriku yg sangat besarpun terasa bagiku tdk ada artinya, aku merasa dapat barang sisa, ketika cantik orang lain yg nikmatin, ketika mulai jelek masak suruh aku yg jd suaminya (perlu teman2 ketahui aq setiap kali beli barang pasti pilih yg bermerek nmr 1, aq tdk mau barang yg tak berkualitas), aku ingin cerai tapi kami masih saling membutuhkan, hampir tiap hari kami bertengkar tanpa sebab yg diketahui istriku. Dimataku istriku adl wanita paling bodoh di dunia, tdk bisa membahagiakan suami padahal hidup dia sangat tergantung aq. oh ya istriku orangnya baik banget, mudah iba sama orang, semua orang di sayangi, makanya kasih sayang dia dimataku tdk ada artinya..wong aq ingin yg number 1, yg special, yg ekslusif, yg tdk murahan, yg tdk pernah diberikan keselain aq,…tapi aku tdk pernah merasakan semua itu dari istriku betapapun patuh dan taatnya serta setianya istriku padaku…jk ada yg kurang jelas mhn ditanyakan,,aku minta share dan diskusi jujur semua teman2 diblog ini, mudah2an tdk ada korban lain setelah aku, amien. (tulisan ini kutulis jam 4 pagi, aq semalaman tdk tidur online disamping istriku yg tidur pulas sejak jam 8 malam).

————————————————————————————————————————–

Apa pendapat teman-teman dalam masalah yang sedang dihadapi mas Jati ini ? Mohon dishare dikomen yaa…terima kasih :)

Kamis, 26 April 2012

Bahaya Menyia-nyiakan Salat


“Maka, datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelak) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui sesesatan. Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh.” (Maryam: 59-60).
Ibnu Abbas berkata, “Makna menyia-yiakan salat salat bukanlah meninggalkannya sama sekali, tetapi mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya.”
Imam para tabi’in, Sa’id bin Musayyib berkata, “Maksudnya adalah orang itu tidak mengerjakan salat duhur sehingga datang waktu asar; tidak mengerjakan asar sehingga datang magrib; tidak salat magrib sampai datang isya; tidak salat isya sampai fajar menjelang; tidak salat subuh sampai matahari terbit. Barang siapa mati dalam keadaan terus-menerus melakukan hal ini dan tidak bertobat, Allah menjanjikan baginya Ghayy, yaitu lembah di neraka Jahanam yang sangat dalam dasarnya lagi sangat tidak enak rasanya.”
“Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lupa akan salatnya.” Al-Maa’uun: 4-5). Orang-orang lupa adalah orang-orang yang lalai dan meremehkan salat.
Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw. tentang orang-orang yang lupa akan salatnya. Beliau menjawab, yaitu mengakhirkan waktunya.”
Mereka disebut orang-orang yang salat. Namun, ketika mereka meremehkan dan mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya, mereka diancam dengan Wail, azab yang berat. Ada juga yang mengatakan bahwa Wail adalah sebuah lembah di neraka Jahanam, jika gunung-gunung yang ada dimasukkan ke sana niscaya akan meleleh semuanya karena sangat panasnya. Itulah tempat bagi orang-orang yang meremehkan salat dan mengakhirkannya dari waktunya. Kecuali, orang-orang yang bertobat kepada Allah Taala dan menyesal atas kelalaiannya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Munafiqun: 9).
Para mufasir menjelaskan, “Maksud mengingat Allah dalam ayat ini adalah salat lima waktu. Maka, barang siapa disibukkan oleh harta perniagaannya, kehidupan dunianya, sawah ladangnya, dan anak-anaknya dari mengerjakan salat pada waktunya, maka ia termasuk orang-orang yang merugi.”
Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Amal yang pertama kali dihisab padahari kiamat dari seorang hamba adalah salatnya. Jika salatnya baik maka telah sukses dan beruntunglah ia, sebaliknya, jika rusak, sungguh telah gagal dan merugilah ia.” (HR Tirmizi dan yang lain dari Abu Hurairah. Ia berkata, “Hasan Gharib.”)
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada yang berhak diibadahi selain Allah) dan mengerjakan salat serta membayar zakat. Jika mereka telah memenuhinya, maka darah dan hartanya aku lindungi kecuali dengan haknya. Adapun hisabnya maka itu kepada Allah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dan, “Barang siapa menjaganya maka ia akan memiliki cahaya, bukti, dan keselamatan pada hari kiamat nanti. Sedang yang tidak menjaganya, maka tidak akan memiliki cahaya, bukti, dan keselamatan pada hari itu. Pada hari itu ia akan dikumpulkan bersama Firaun, Qarun, Haman, dan ubay bin Khalaf.” (HR Ahmad).
Sebagian ulama berkata, “Hanyasanya orang yang meninggalkan salat dikumpulkan dengan empat orang itu karena ia telah menyibukkan diri dengan harta, kekuasaan, pangkat/jabatan, dan perniagaannya dari salat. Jika ia disibukkan dengan hartanya, ia akan dikumpulkan bersama Qarun. Jika ia disibukkan dengan kekuasaannya, ia akan dikumpulkan dengan Firaun. Jika ia disibukkan dengan pangkat/jabatan, ia akan dikumpulkan bersama Haman. Dan, jika ia disibukkan dengan perniagaannya akan dikumpulkan bersama Ubay bin Khalaf, seorang pedagang yang kafir di Mekah saat itu.”
Mu’adz bin Jabal meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa meninggalkan salat wajib dengan sengaja, telah lepas darinya jaminan dari Allah Azza wa Jalla.” (HR Ahmad).
Umar bin Khattab berkata, “Sesungguhnya tidak ada tempat dalam Islam bagi yang menyia-nyiakan salat.” Umar bin Khattab meriwayatkan, telah datang seseorang kepada Rasulullah saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, amal dalam Islam apakah yang paling dicintai oleh Allah Taala?” Beliau menjawab, “Salat pada waktunya. Barang siapa meninggalkannya, sungguh ia tidak lagi memiliki agama lagi, dan salat itu tiangnya agama.”
Kala Umar terluka karena tusukan, seseorang mengatakan, “Anda tetap ingin mengerjakan salat, wahai Amirul Mukminin?” “Ya, dan sungguh tidak ada tempat dalam Islam bagi yang menyia-nyiakan salat,” jawabnya. Lalu, ia pun mengerjakan salat, meski dari lukanya mengalir darah yang cukup banyak.
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan menyia-nyiakan salat, Dia tidak akan mempedulikan sautu kebaikan pun darinya.”
Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada dosa yang lebih besar sesudah syirik, selain mengakhirkan salat dari waktunya dan membunuh seorang mukmin bukan dengan haknya.”
Aun bin Abdullah berkata, “Apabila seorang hamba dimasukkan ke dalam kuburnya, ia akan ditanya tentang salat sebagai sesuatu yang pertama kali ditanyakan. Jika baik barulah amal-amalnya yang lain dilihat. Sebaliknya, jika tidak, tidak ada satu amalan pun yang dilihat (dianggap tidak baik semuanya).”
Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seorang hamba mengerjakan salat di awal waktu, salat itu –ia memiliki cahaya– akan naik ke langit sehingga sampai ke Arsy, lalu memohonkan ampunan bagi orang yang telah mengerjakannya, begitu seterusnya sampai hari kiamat. Salat itu berkata, ‘Semoga Allah menjagamu sebagaimana kamu telah menjagaku.’ Dan, apabila seorang hamba mengerjakan salat bukan pada waktunya, salat itu–ia memiliki kegelapan–akan naik ke langit. Sesampainya di sana ia akan dilipat seperti dilipatnya kain yang usang, lalu dipukulkan ke wajah orang yang telah mengerjakannya. Salat itu berkata, ‘Semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu telah menyia-nyiakanku’.”
Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga orang yang salatnya tidak diterima oleh Allah: seseorang yang memimpin suatu kaum padahal kaum itu membencinya; seseorang yang mengerjakan salat ketika telah lewat waktunya; dan seseorang yang memperbudak orang yang memerdekakan diri.” (HR Abu Dawud dari Abdullah bin Amru bin Ash).
Beliau saw. juga bersabda, Barang siapa menjamak dua salat tanpa ada uzur, sungguh ia telah memasuki pintu terbesar di antara pintu-pintu dosa besar.”
Dalam sebuah hadis yang lain disebutkan, “Sesungguhnya orang yang selalu menjaga salat wajib niscaya akan dikaruniai oleh Allah SWT dengan lima karamah:ditepis darinya kesempitan hidup, dijauhkan ia dari azab kubur, diterimakan kepadanya cacatan amalnya dengan tangan kanan, ia akan melewati shirath seperti kilat yang menyambar, dan akan masuk surga tanpa hisab.
Sebaliknya, orang yang menyia-nyiakannya niscaya akan dihukum oleh Allah dengan empat belas (14) hukuman: lima di dunia, tiga ketika mati, tiga di alam kubur, dan tiga lagi ketika keluar dari kubur.
Kelima hukuman di dunia adalah barakah dicabut dari hidupnya, tanda sebagai orang saleh dihapus dari wajahnya, semua amalan yang dikerjakannya tidak akan diberi pahala oleh Allah, doanya tidak akan diangkat ke langit, dan dia tidak akan mendapat bagian dari doanya orang-orang saleh.
Hukuman yang menimpanya ketika mati adalah dia akan mati dalam kehinaan, dalam kelaparan, dan dalam kehausan. Meskipun ia diberi minum air seluruh lautan dunia, semua itu tidak mampu menghilangkan dahaganya.
Hukuman yang menimpanya dikubur adalah kuburnya menyempit sehingga tulang-tulangnya remuk tak karuan, dinyalakan di sana api yang membara siang-malam, dan ia dihidangkan kepada seekor ular yang bernama As-Suja al-Aqra. Kedua bola matanya dari api, kuku-kukunya dari besi, dan panjang tiap kuku itu sejauh perjalanan satu hari. Ular itu terus-menerus melukai si mayit sambil berkata, ‘Akulah As-Suja al-Aqra!’ Seruannya bagaikan gemuruh halilintar, ‘Aku diperintah oleh Rabku untuk memukulmu atas kelakuanmu yang menunda-nunda salat subuh sampai terbit matahari, juga atas salat zuhur yang kau tunda-tunda sampai masuk waktu asar, juga atas asar yang kau tunda-tunda sampai magrib, juga atas magrib yang kau tunda-tunda sampai isya, dan atas isya yang kau tunda-tunda sampai subuh.’ Setiap kali ular itu memukulnya, ia terjerembab ke bumi selama 70 hasta.
Demikian keadaannya sampai datangnya hari kiamat nanti. Adapun hukuman yang menimpanya sekeluarnya dari kubur pada hari kiamat adalah hisab yang berat, kemurkaan Rab, dan masuk ke neraka.”
Dikisahkan, seseorang dari kalangan salaf turut menguburkan saudara perempuannya yang mati. Tanpa ia sadari sebuah kantong berisi harta yang ia bawa jatuh dan turut terkubur. Begitu pula dengan mereka yang hadir, tidak satu pun menyadarinya. Sepulang darinya, barula ia sadar. Maka, ia kembali ke makam dan ketika semua orang telah pulang ke tempat masing-masing ia bongkar kembali makam saudaranya itu. Dan ia pun terkejut begitu melihat api yang menyala-nyala dari dalam makam. Serta merta ia kembalikan tanah galian, dan pulang sambil bercucuran air mata. Mendapati ibunya, ia bertanya, “Duhai Ibunda, gerangan apakah yang telah dilakukan oleh saudara perempuanku?” “Mengapa kau menanyakan,anakku?” ibunya balik bertanya. Ia pun menjawab, “Bunda, sungguh aku melihat kuburnya dipenuhi kobaran api.” Lalu, ibunya menangis dan berkata, “Wahaianakku, dulu saudara perempuanmu terbiasa meremehkan dan mengakhirkan salat dari waktunya.”
Ini adalah keadaan mereka yang mengakhirkan salat dari waktunya. Lalu, bagaimana dengan mereka yang tidak mengerjakannya?
Marilah kita memohon pertolongan kepada Allah agar kita selalu dapat menjaga salat pada waktunya. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Sumber: Al-Kabaair, Syamsuddin Muhammad bin Utsman bin Qaimaz at-Turkmani al-Fariqi ad-Dimasyqi asy-Syafii
kafemuslimah.com

doa rasullah



Oleh : Mulyana

Salah satu ayat yang menjelaskan tentang keberadaan Allah dan pentingnya berdoa dijelaskan dalam ayat-ayat yang berkaitan dengan perintah ibadah puasa. Firman tersebut adalah, ”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS 2: 186).
 Ini menunjukkan bahwa Allah dekat dengan setiap hamba-hamba-Nya dan Allah akan mengabulkan doa dari setiap hamba-hamba-Nya, terlebih-lebih pada bulan Ramadhan. Hal ini sejalan dengan keterangan Rasulullah bahwa salah satu doa yang dikabulkan Allah adalah doa orang-orang yang berpuasa.
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW menegaskan, ”Inilah (Ramadhan) bulan yang ketika engkau diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Pada bulan ini napasmu menjadi tasbih, tidurmu menjadi ibadah, amal-amalmu diterima, dan doa-doa dikabulkan. Bermohonlah kepada Allah, Rabb-mu dengan hati yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan puasa dan membaca kitab-Nya. Sungguh celakalah orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah pada bulan yang agung ini.” Karenanya, pada sisa Ramadhan ini, mari kita senantiasa terus bermohon dan berdoa kepada Allah. Salah satu doa yang Rasulullah ajarkan adalah, ”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyuk, dari doa yang tidak didengar, dari jiwa yang tidak puas, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat. Dan, aku berlindung kepada-Mu dari golongan mereka yang empat macam itu.” (HR Tirmidzi dari Ibnu Umar).
Doa di atas merupakan doa yang merepresentasikan sifat atau keadaan yang mungkin dialami oleh setiap manusia. Hati yang tidak khusyuk dapat menyebabkan setiap ibadah yang dijalani tidak memberikan dampak pada kondisi keimanan kita. Ruh atau makna dari ibadah yang dilaksanakan tidak dapat diraih atau dipahami. Akibatnya, ibadah yang dilaksanakan hanya bernilai sekadar ritual dan di sisi Allah pun dapat menyebabkan tidak memiliki nilai ibadah.
Allah mencontohkan dalam firman-Nya bahwa shalat yang tidak khusyuk akan mengantarkan seseorang kepada siksa. Allah SWT berfirman, ”Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS 107: 4 – 7). Sebaliknya, khusyuk dalam beribadah merupakan salah satu tanda orang-orang beriman (perhatikan QS 23: 1-2).
Doa yang tidak didengar Allah merupakan kerugian bagi manusia. Doa yang tidak didengar, sebagaimana firman Allah dalam Alquran (QS 2: 186) di atas, salah satunya disebabkan oleh kemaksiatan yang dilakukan kepada Allah. Selain itu, doa yang tidak didengar bisa juga disebabkan oleh ketidakkhusyukan dalam berdoa.
Jiwa yang tidak puas menyebabkan kesengsaraan di dunia yang berkepanjangan. Sedangkan ilmu yang tidak bermanfaat menyebabkan ilmu yang diperoleh tidak berguna bagi dirinya dan tidak membawa kebaikan baginya. Uraian di atas menunjukkan betapa banyak keburukan yang diakibatkan oleh keempat golongan sifat di atas. Karenanya, mari kita berdoa agar kita terhindar dari keempat golongan orang tersebut. Wallahu a’lam bis-shawab.

Ada Apa Dengan Cinta?


Suatu hari, tiga tahun yang lalu, saya sedang bete berat. Entah mengapa, dunia terasa sempit, sumpek dan menyebalkan. Padahal banyak pekerjaan yang mestinya saya selesaikan. Laporan praktikum yang bertumpuk, makalah-makalah serta seabrek PR dari banyak organisasi yang kebetulan saya ikuti. Dalam perjalanan pulang menuju kost, mata saya tiba-tiba tertumbuk pada sebuah wartel. Tanpa tahu mau menelepon siapa dan untuk apa menelepon, saya dengan linglung memasuki salah satu kabin. Sebuah nomor tiba-tiba terpencet otomatis. 8411063! “Assalamu’alaikum…” sebuah suara yang mendadak terasa merdu terdengar.

Seperti ada suntikan kesegaran yang luar biasa, mendadak semangat saya bangkit. Percakapan yang mengalir begitu saja telah mengubah dunia yang tadinya abu-abu menjadi penuh warna. Pemilik suara itu adalah seorang sahabat yang sangat dekat dengan saya. Meskipun jarang bertemu, kami yakin, ada cinta yang menginspirasikan berbagai ide mulai dari yang sederhana sampai briliyan. Cinta itu yang kami yakini menjadi pemotivator dari setiap langkah yang kian hari kian berat.
Ah, Cinta…
Saya selalu terpana dengan cinta. Membuat pikiran ini dengan susah payah membayangkan seorang Abu Bakar yang tiba-tiba berlari kesana kemari, kadang ke depan, ke samping, lantas tiba-tiba ke belakang rasulullah. Saat itu mereka sedang dalam perjalanan hijrah menuju Madinah. Di belakang, orang-orang kafir Quraisy mengejar, bermaksud membunuh Muhammad SAW. Tentu saja sang nabi terheran-heran. Beliau pun bertanya dan dijawab oleh Abu Bakar, bahwa ketika ia melihat musuh ada di belakang, maka Abu Bakar berlari ke belakang. Jika musuh di depan, Abu Bakar lari ke depan, dan seterusnya. Abu Bakar siap menjadi tameng buat rasulullah. Agar jika ada musuh menyerang, ia lah yang lebih dulu menerimanya.

Itulah cinta. Sama seperti ketika mereka akhirnya kecapekan dan menemukan sebuah gua. Abu Bakar melarang Rasul masuk sebelum ia membersihkan terlebih dulu. Saat membersihkan, Abu Bakar melihat 3 buah lubang. Satu lubang ia tutup dengan sobekan kain bajunya, lalu yang dua ia tutup dengan ibu jari kakinya. Rasul pun tidur di pangkuan Abu Bakar. Pada saat itulah, Abu Bakar merasakan kesakitan yang luar biasa. Ia digigit ular. Namun ia tidak mau membangunkan Rasul dan terus menahan sakit hingga air matanya menetes. Tetesan itu menimpa rasul dan terbangunlah beliau. Berkat mukzizat Rasul, sakit itu pun berhasil disembuhkan. (Sumber, ‘Berkas-berkas Cahaya Kenabian’, Ahmad Muhammad Assyaf).
Ada apa dengan cinta? Kalau Mbak Izzatul Jannah (salah seorang teman dekat juga) menjawab, “ada energi disana”. Saya sepakat dengan pendapat itu. Bukan karena beliau adalah teman dekat, tetapi karena saya telah merasakannya. Dan saya ingin berbagai cahaya dengan kalian.
Cinta Positif vs Cinta Negatif
Jujur, saya mungkin kurang ngeh jika bicara masalah cinta, karena saya belum menikah. (He…he, mohon doanya ya…). Saya pun alhamdulillah belum sempat pacaran, karena Allah keburu ‘menyesatkan’ saya dari jalan kemaksiatan menuju jalan yang terang benderang, jalan yang kita yakini bersama kebenaran dan keindahannya. Namun justru itulah, saya lantas menikmati cinta yang sejati. Lewat para sahabat yang mengantarkan diri ini semakin hari semakin berkarat (maksudnya kadar karatnya makin tinggi, seperti logam mulia itu lho…) alias semakin baik. Serta tidak ketinggalan, cinta kepada sang pemberi kehidupan alias cinta hakiki yang tertinggi.
Seorang sahabat pernah bernasyid di depan saya, menukil sebuah nasyid yang dipopulerkan oleh SNADA.
Ingin kukatakan, arti cinta kepada dirimu dinda
Agar kau mengerti, arti sesungguhnya
Tak akan terlena dan terbawa, alunan bunga asmara
Yang kan membuat dirimu sengsara

Cinta suci luar biasa, rahmat sang pencipta
Kepada semua hamba-hambanya

Jangan pernah kau berpaling dari cinta
Cinta dari sang maha pencipta
Kau pasti tergoda…

Nyanyian itu membuat saya merenung panjang lebar. Yups, ketemu deh. Ada cinta positif, ada juga cinta negatif. Jika cinta adalah energi, maka akan muncul pula energi positif dan energi negatif.
Adanya energi membuat semua terasa ringan. Dengan energi, gampang saja si Edo misalnya, menghajar serombongan preman yang mengusili pacarnya, Dewi. Konon cinta bisa membuat si penakut menjadi pemberani. Dengan energi pula puasa ramadhan terasa begitu indah, meskipun sebulan penuh kita diperintahkan untuk tidak makan dan minum dari terbit hingga terbenam matahari.
Kendali, itu kuncinya
Energi itu akan di dihasilkan oleh reaktor hati, pembedanya adalah faktor pengendali. PLTN adalah sebuah tempat berlangsungnya reaksi nuklir yang terkendali, sehingga energi yang dilepaskan dapat menjadi komponen yang berfungsi untuk manusia. Itu energi positif.
Jika reaksi nuklir tidak terkendali, bayangkanlah ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang menewaskan ratusan ribu manusia dan menimbulkan kerugian yang luar biasa. Itu energi negatif.
Karena reaktor tersebut adalah hati, maka semua manusia pasti memilikinya. Positif atau negatif tergantung pada pengendalian manusia tersebut terhadap hati yang dimiliki. Seperti sabda rasulullah SAW :
“Inna fii jasadi mudhghotan Idza sholuhat sholuhal jasadu kulluhu. Waidza fasadat fasadal jasadu kulluhu. Alaa wahiyal qolbu.”
Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruhnya. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruhnya. Ingatlah bahwa ia adalah hati. (HR Bukhari Muslim).
Cinta Negatif, Apaan tuh?!
Adalah cinta yang dialirkan dari energi tak terkendali. Ini nich, cinta yang merusak. Terlahir dari syubhat dah syahwat. Ngakunya moderat, padahal kuno berat. Bagaimana tidak kuno, cinta yang lahir dari syahwat mulai ada sejak jaman bauhela, bagaimana mungkin orang yang tidak pacaran disebut sebagai ‘ketinggalan jaman?’
Cinta negatif kini telah membanjiri pasaran, menebar kemadhorotan. Remaja gelagapan dan tidak tahu jalan, akhirnya ikut-ikutan. Pacaran, free sex, kumpul kebo, selingkuh… mendadak jadi tren. Secara normatif, semua perempuan tidak mau melihat lelaki yang dicintai ngabuburit dengan perempuan lain. Namun anehnya, ia malah berdandan seseksi mungkin agar lelaki lain tertarik padanya.
Mana bisa kesetiaan dipertahankan jika syahwat dikedepankan?
Mau tahu korban dari cinta negatif? Kerusakan moral. Yap! Survey di Yogyakarta menyebutkan 97,05% mahasiswa di Yogya tidak perawan, Survey itu dilakukan kepada 1660 responden dan hanya 3 orang yang mengaku belum melakukan aktivitas seks termasuk masturbasi! Astaghfirullah. Terlepas dari pro dan kontra tentang kashahihan hasil survey itu, jelas… data yang tercatat menunjukan sebuah ketakutan yang luar biasa bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya ke Yogya.
Cinta negatif telah menjelma menjadi teroris! Bukan hanya cinta yang mengeksploitasi seks, juga cinta kepada tahta dan harta yang membuat manusia berubah menjadi serigala yang sanggup tertawa-tawa ketika mengunyah bangkai rekan sendiri.
Menggapai Cinta Positif
Cinta positif adalah cinta yang frame-nya adalah cinta karena Allah. Cinta kepada Allah sebagai cinta yang hakiki, sedang cinta kepada selain Allah dilaksanakan dalam rangka ketaatan kepada Allah. Jika diatas disebutkan bahwa kata kuncinya adalah ‘kendali hati’, maka jelas, untuk menggapai cinta positif, hati harus pertama kali ditundukan. Jika hati telah ditundukkan maka akan bisa kita kendalikan. Jika hati terkendali, yakin deh, seluruh jasad dan akal kita pun mampu selaras dengan sang panglimanya tersebut.
Bahasa Pena?
Jika cinta adalah energi, maka yang terlahir dari cinta adalah produktivitas. Pena hanya salah satu dari banyak pilihan, tergantung pada potensi masing-masing. Saya memilih pena karena profesi saya adalah seorang penulis. Karena bingkai kecintaan itu adalah cinta kepada Allah, maka saya akan menjadikan tarian pena saya sebagai ekspresi kecintaan kepada Allah. Serupa tapi tak sama akan dialami oleh teman-teman yang mahir dibidang lain, memasak, memprogram komputer dan sebagainya. Bukti cinta itu adalah produktivitas. So, jika kita tidak produktif, berarti tidak ada energi yang menggerakan, yang ujung-ujungnya, kamu tidak punya cinta. Kasiaaan deh Luuu.
Ada apa dengan cinta? Jawabnya : ada energi. Muaranya, produktivitas, optimalisasi potensi. Tentu saja yang kita usahakan adalah cinta positif, sehingga produktivitas yang tercetak adalah produktivitas yang positif pula.
Solo, 18 November 2002
Penulis adalah aktivis Forum Lingkar Pena dan Redaktur Majalah Pengembangan Pribadi Remaja Muslim KARIMA
sumber : kafemuslimah.com

Pilihlah, Kemudian Bertawakalah


Penulis: Azimah Rahayu
Suatu hari, saya akan menuju suatu tempat. Saya harus memilih kira-kira jalur mana yang akan saya lewati dan alat transportasi apa yang akan saya gunakan. Apakah saya akan naik angkutan umum? Yang lewat tol atau jalur lambat? Atau naik kereta yang cepat namun dapat dipastikan terhimpit? Atau apa?
Dengan menggunakan pengetahuan yang saya miliki tentang kondisi jalanan di Jakarta, saya memilih naik angkutan umum patas AC yang jalurnya lewat tol (supaya tidak terlalu berdesak-desakan dan lebih cepat).
Namun ternyata saya salah. Apa yang saya prediksikan bertolak belakang dari kenyataan. Tol macet total, penumpang penuh dan saya akhirnya harus berdiri dan tiba di tujuan sangat telat. Kesal, sebal, bete dan akhirnya menangis. Padahal saya sudah memilih dengan pemahaman medan terbaik, bukan tanpa pengetahuan. Padahal saya sudah memilih dengan menggunakan parameter-parameter islami. Tapi kok?

Tapi akhirnya saya menyadari, bahwa pilihan saya memang salah. Salah dalam arti prediksi saya tidak tepat, bukan SALAH dalam arti lawannya BENAR. Persepsi saya semula yang saya pikir akan memberikan prediksi yang mendekati benar karena berlandaskan pengetahuan yang cukup, ternyata masih kurang. Hal ini membuat saya makin sadar, bahwa pengetahuan saya sangat sedikit. Membuat saya makin tahu, begitu banyak yang di luar control dan kemampuan manusia.
Namun toh, setidaknya saya telah mengambil pilihan dan menjalaninya dengan sadar. Kalau ternyata hasil dari pilihan itu tidak seperti yang saya harapkan saat mengambil keputusan, itu adalah konsekuensi yang harus saya terima. Tak perlu menyesal apalagi merutuki diri dan orang lain. Bukan tidak mungkin, ada sesuatu yang tidak saya tahu, menjadi hikmah dari kejadian di luar kontrol itu tadi.
***
Satu fragmen di atas hanyalah contoh kecil dan remeh temeh, yang menunjukkan bahwa semua hal dalam hidup ini adalah pilihan. Hal-hal kecil seperti baju dan makanan pun kita memilih. Sekolah, cita-cita, aktivitas, kehidupan beragama, jodoh dan sikap hidup, juga pilihan Kita melakukannya dengan sadar atau tidak. Dengan pemahaman atau tidak. Secara reflek atau dipikir-pikir dulu. Kita pilih sendiri atau dipilihkan oleh orang lain untuk kita. Semua adalah PILIHAN.
Dan setiap pilihan akan membawa pada arah yang berbeda, hasil yang berbeda, serta konsekuensi berbeda pula. Ada konsekuensi dan hasil yang merupakan akibat logis dari pilihan itu dan sebelumnya sudah kita prediksikan. Ada yang merupakan akibat dan hasil yang di luar control kita, dan tak kita duga sebelumnya. Tak masalah. Karena bukan itu poinnya. Bukan HASIL dari pilihan itu yang terpenting. Namun bagaimana proses kita memilih: landasan apa yang kita gunakan sebagai dalil, pengetahuan dan pemahaman terhadap permasalahan dan kesadaran atas segala resiko dari setiap pilihan.
Maka apakah engkau akan lebih suka untuk tidak memilih? Toh, pada akhirnya, saat kau hanya menjalani suatu kehidupan secara mengalir saja atau menunggu dipilih atau dipilihkan oleh orang lain kau tetap akan harus menjalani satu pilihan. Jika demikian, lebih baik engkau memilih dan memutuskan dengan sadar, dengan segenap ilmu dan pemahaman yang telah kau miliki. Bahkan sekalipun ternyata pilihan itu salah. Setidaknya kita sudah pernah memilih.
Bahwa kemudian kenyataan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan di awal pada saat menjatuhkan pilihan, itu tidak masalah karena hidup memang demikian. Allah Tahu dan Maha Tahu, sedang pengetahuan manusia sangat terbatas. Mengambil dan menjalani setiap pilihan akan membuat kita menyadari begitu banyak keterbatasan pengetahuan, pengertian dan pemahaman kita. Jika ternyata pilihan itu salah, setidaknya engkau akan mengerti dan menjadi lebih dewasa karenanya. Engkau bisa memilih yang lain lagi. Memilih yang lebih baik lagi. Dan belajar dari pilihan sebelumnya.
Karena itu, mulai bangun keberanian untuk memilih, sekarang juga. Memilih berdasarkan pemahaman dan pengetahuan maksimal yang kita miliki. Bermusyawarah dan meminta masukan dari orang-orang yang fakih, jika bisa dilakukan. Kemudian, minta ketetapan kepada Dia Yang Maha Tahu Yang Terbaik Untuk Kita melalui shalat istikharah, sebagai bentuk pengakuan akan betapa banyak yang kita tidak tahu dan tidak mampu kontrol hal-hal di luar kita. Sesudahnya, pasrah dan tawakkal!
Apapun hasilnya, tidak menjadi masalah, karena kita sudah memilih. Hanya orang yang berani memilihlah yang layak untuk mendapat penghargaan. Seberapa pun berat sebuah pilihan, ia tetap layak diacungi jempol. Dan hanya satu kata yang pantas untuk seorang yang tak berani memilih: PECUNDANG!
azi_75@yahoo.com

Wahai Umat Islam, Pantaskah Kita Masuk Syurga?



 Sholat dhuha cuma dua rakaat, qiyamullail (tahajjud) juga hanya dua rakaat, itu pun sambil terkantuk-kantuk. Sholat lima waktu? Sudahlah jarang di masjid, milih ayatnya yang pendek-pendek saja agar lekas selesai. Tanpa doa, dan segala macam puji untuk Allah, terlipatlah sajadah yang belum lama tergelar itu. Lupa pula dengan sholat rawatib sebelum maupun sesudah shalat wajib. Satu lagi, semua di atas itu belum termasuk catatan: “Kalau tidak terlambat” atau “Asal nggak bangun kesiangan”. Dengan sholat model begini, apa pantas mengaku ahli ibadah?Padahal Rasulullah dan para sahabat senantiasa mengisi malam-malamnya dengan derai tangis memohon ampunan kepada Allah. Tak jarang kaki-kaki mereka bengkak oleh karena terlalu lama berdiri dalam khusyuknya. Kalimat-kalimat pujian dan pinta tersusun indah seraya berharap Allah Yang Maha Mendengar mau mendengarkan keluh mereka. Ketika adzan berkumandang, segera para sahabat meninggalkan semua aktivitas menuju sumber panggilan, kemudian waktu demi waktu mereka habiskan untuk bersimpuh di atas sajadah-sajadah penuh tetesan air mata.

Baca Qur’an sesempatnya, itu pun tanpa memahami arti dan maknanya, apalagi meresapi hikmah yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat yang mengalir dari lidah ini tak sedikit pun membuat dada ini bergetar, padahal tanda-tanda orang beriman itu adalah ketika dibacakan ayat-ayat Allah maka tergetarlah hatinya. Hanya satu dua lembar ayat yang sempat dibaca sehari, itu pun tidak rutin. Kadang lupa, kadang sibuk, kadang malas. Yang begini ngaku beriman?Tidak sedikit dari sahabat Rasulullah yang menahan nafas mereka untuk meredam getar yang menderu saat membaca ayat-ayat Allah. Sesekali mereka terhenti, tak melanjutkan bacaannya ketika mencoba menggali makna terdalam dari sebaris kalimat Allah yang baru saja dibacanya. Tak jarang mereka hiasi mushaf di tangan mereka dengan tetes air mata. Setiap tetes yang akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa mereka jatuh karena lidah-lidah indah yang melafazkan ayat-ayat Allah dengan pemahaman dan pengamalan tertinggi.
Bersedekah jarang, begitu juga infak. Kalau pun ada, dipilih mata uang terkecil yang ada di dompet. Syukur-syukur kalau ada receh. Berbuat baik terhadap sesama juga jarang, paling-paling kalau sedang ada kegiatan bakti sosial, yah hitung-hitung ikut meramaikan. Sudah lah jarang beramal, amal yang paling mudah pun masih pelit, senyum. Apa sih susahnya senyum? Kalau sudah seperti ini, apa pantas berharap Kebaikan dan Kasih Allah?
Rasulullah adalah manusia yang paling dirindui, senyum indahnya, tutur lembutnya, belai kasih dan perhatiannya, juga pembelaannya bukan semata milik Khadijah, Aisyah, dan istri-istri beliau yang lain. Juga bukan semata teruntuk Fatimah dan anak-anak Rasulullah lainnya. Ia senantiasa penuh kasih dan tulus terhadap semua yang dijumpainya, bahkan kepada musuhnya sekali pun. Ia juga mengajarkan para sahabat untuk berlomba beramal shaleh, berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya.
Setiap hari ribut dengan tetangga. Kalau bukan sebelah kanan, ya tetangga sebelah kiri. Seringkali masalahnya cuma soal sepele dan remeh temeh, tapi permusuhan bisa berlangsung berhari-hari, kalau perlu ditambah sumpah tujuh turunan. Waktu demi waktu dihabiskan untuk menggunjingkan aib dan kejelekan saudara sendiri. Detik demi detik dada ini terus jengkel setiap kali melihat keberhasilan orang dan berharap orang lain celaka atau mendapatkan bencana. Sudah sedemikian pekatkah hati yang tertanam dalam dada ini? Adakah pantas hati yang seperti ini bertemu dengan Allah dan Rasulullah kelak?
Wajah indah Allah dijanjikan akan diperlihatkan hanya kepada orang-orang beriman yang masuk ke dalam surga Allah kelak. Tentu saja mereka yang berkesempatan hanyalah para pemilik wajah indah pula. Tak inginkah kita menjadi bagian kelompok yang dicintai Allah itu? Lalu kenapa masih terus bermuka masam terhadap saudara sendiri?
Dengan adik tidak akur, kepada kakak tidak hormat. Terhadap orang tua kurang ajar, sering membantah, sering membuat kesal hati mereka, apalah lagi mendoakan mereka, mungkin tidak pernah. Padahal mereka tak butuh apa pun selain sikap ramah penuh kasih dari anak-anak yang telah mereka besarkan dengan segenap cinta. Cinta yang berhias peluh, air mata, juga darah. Orang-orang seperti kita ini, apa pantas berharap surga Allah?
Dari ridha orang tua lah, ridha Allah diraih. Kaki mulia ibu lah yang disebut-sebut tempat kita merengkuh surga. Bukankah Rasulullah yang sejak kecil tak beribu memerintahkan untuk berbakti kepada ibu, bahkan tiga kali beliau menyebut nama ibu sebelum kemudian nama Ayah? Bukankah seharusnya kita lebih bersyukur saat masih bisa mendapati tangan lembut untuk dikecup, kaki mulia tempat bersimpuh, dan wajah teduh yang teramat hangat dan menyejukkan? Karena begitu banyak orang-orang yang tak lagi mendapatkan kesempatan itu. Ataukah harus menunggu Allah memanggil orang-orang terkasih itu hingga kita baru merasa benar-benar membutuhkan kehadiran mereka? Jangan tunggu penyesalan.
Astaghfirullaah …

kisah tukang cukur



Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya. Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat.
Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang TUHAN.
Si tukang cukur bilang,”Saya tidak percaya kalau TUHAN itu ada”.
“Kenapa kamu berkata begitu ?” tanya si konsumen.


“Begini, coba kamu perhatikan di depan sana, di jalanan…. untuk menyadari bahwa TUHAN itu tidak ada”.
“Katakan kepadaku, jika TUHAN itu ada. Adakah yang sakit? Adakah anak-anak terlantar? Adakah yang hidupnya susah?” .


“Jika TUHAN ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan”.
“Saya tidak dapat membayangkan TUHAN Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi”.
Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon apa yang dikatakan si tukang cukur tadi, karena dia tidak ingin terlibat adu pendapat.
Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur.
Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia melihat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar (Jawa : mlungker-mlungker – Red), kotor dan brewok, tidak pernah dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.
Si konsumen balik ke tempat tukang cukur tadi dan berkata :
“Kamu tahu, sebenarnya di dunia ini TIDAK ADA TUKANG CUKUR..!”


Si tukang cukur tidak terima, dia bertanya : “Kamu kok bisa bilang begitu?”.
“Saya tukang cukur dan saya ada di sini. Dan barusan saya mencukurmu!”


“Tidak!” elak si konsumen.
“Tukang cukur itu TIDAK ADA! Sebab jika tukang cukur itu ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana”, si konsumen menambahkan.


“Ah tidak, tapi tukang cukur itu tetap ada!”, sanggah si tukang cukur.
“Apa yang kamu lihat itu adalah SALAH MEREKA SENDIRI, mengapa mereka tidak datang kepada saya untuk mencukur dan merapikan rambutnya?”, jawab si tukang cukur membela diri.


“COCOK, SAYA SETUJU..!” kata si konsumen.
“Itulah point utamanya!.. Sama dengan TUHAN.


“Maksud kamu bagaimana?”, tanya si tukang cukur tidak mengerti.
Sebenarnya TUHAN ITU ADA ! Tapi apa yang terjadi sekarang ini.?
Mengapa orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU mencari-NYA..?
Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini.”


Si tukang cukur terbengong!!!! Dalam hati dia berkata : “Benar juga apa kata dia..mengapa aku tidak mau datang kepada TUHANKU, untuk beribadah dan berdoa, memohon agar dihindarkan dari segala kesusahan dalam hidup ini..?”
Jika Anda berpikir bahwa TUHAN ITU ADA, sampaikan cerita ini kepada orang lain. Semoga kita selalu mendapat kebaikan dan kebahagiaan dalam hidup ini. Amien..

Rabu, 25 April 2012

Al-Hallaj, Sufi yang Disalib dan Dibakar (Bagian 1)




Sufi besar ini mempunyai tempat cukup penting dalam dunia tasawuf. Pernyataan-pernyataannya cendrung kontroversial.
Seperti Socrates – fisuf besar Yunani sekian abad sebelum masehi yang harus mati minum racun, Al-Hallaj juga tokoh besar dan filsuf yang dihukum mati karena mempertahankan pendapat dan ajarannya. Mereka sama-sama meninggalkan banyak legenda yang masih dibicarakan orang hingga kini. Lebih penting lagi ialah pemikiran dan gagasan-gagasannya yang brilian. Sudah ratusan buku yang membahas kedua tokoh ini.
Dalam dunia sufi, Al-Hallaj mempunyai kisah tersendiri. Pemikirannya tentang Wahdatul Wujud, yaitu paham yang meyakini bahwa seseorang mampu meleburkan diri ke dalam Dzat Allah, meninggalkan banyak kontroversi. Bahkan sampai sekarangpun perdebatan tentang hal itu belum juga reda. Selain itu Al-Hallaj juga sangat piawai dalam mengemukakan pengalaman spritualnya. Ia bahkan cenderung ekstrim. Jargonnya yang terkenal; Ana al-Haq (aku adalah Tuhan),masih terus menjadi bahan perbincangan yang tiada habis sampai sekarang.


Ia lahir dengan nama Abu Al-Mugis Al-Husain ibnu Mansur al-Baidlawi  pada 858 M / 244 H di Baida, di Provinsi Fars, Iran. Masa remajanya dihabiskan di Kota Tustar, belajar pada Sahal ibnu Abdullah At-Tustari, sufi besar yang terkenal di Tustar. Ketika usianya menginjak 18 tahun, ia pergi ke Basrah, lalu ke Baghdad, ia berguru kepada beberapa guru spritual, seperti Syekh Abdul Husain al-Nurim Syekh Junaid Al-Bagdadi, dan Syekh Amru ibn Usman Al-Makki.
Ketika berguru pada Al-Makki itulah ia mulai mendapat pemahaman tentangWahdatul Wujud, dan sejak itu ia banyak melontarkan ucapan-ucapan yang kontroversial. Padahal beberapa gurunya sudah berkali-kali melarangnya. Tapi sia-sia. Itu sebabnya ia memilih meninggalkan perguruannya di Basrah, dan kembali ke Baghdad. Di Ibu kota Irak ini ia masuk kembali ke perguruan milik Syekh Junaid Al-Baghdadi. Tapi di sini ia kembali melontarkan ucapan-ucapan yang mengungkapkan rahasia ke-Tuhan-an, walaupun sudah dilarang oleh gurunya.
Meski bagi banyak orang dianggap nyeleneh, Al-Hallaj juga berdakwah. Bahkan ia tidak tanggung-tanggung dalam berdakwah. Misalnya berdakwah sambil mengembara, dari Ahwaz, Khurasan, Turkistan, keluar dari Irak, sampai ke India. Hebatnya dimanapun ia berada selalu elu-elukan karena ilmu agamanya yang tinggi. Kepiawaiannya inilah yang menjadikannya mempunyai banyak pengikut yang balakangan disebut kelompok al-Hallajiyah. Mereka memandang Al-Hallaj sebagai waliyullah yang memiliki kekeramatan.
Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan, Al-Hallaj adalah seorang sufi yang sangat tekun beribadah. Dalam ibadahnya yang khusyu’ ia sering mengungkapkan rasaSyathahat, yaitu ungkapan-ungkapan yang kedengarannya ganjil. Hal itu terjadi ketika ia tenggelam dalam Fana, suatu tingkatan kerohanian ketika kesadaran tentang segala sesuatu sirna kecuali hanya kesadaran tentang Allah SWT.
Dari sinilah muncul ungkapan An al-Haq – yang oleh Al-Hallaj ditafsirkan bahwa  “Aku berada di dalam Dzat Allah.” Bayak ahli tasawuf menafsirkan, ungkapan itu sebenarnya tidak dimaksudkan bahwa dirinya adalah Tuhan. Hal itu tampak dalam sebuah pernyataan, “Aku adalah rahasia Yang Maha Benar,bukanlah Yang Maha Benar Itu Aku. Aku hanyalah satu dari yang benar. Maka bedakanlah antara aku dan Dia.”
Ia menulis sejumlah kitab dan bait-bait puisi. Dalam legenda Muslim, ia adalah prototipe pencinta yang mabuk kepayang kepada Allah.
Husain ibnu Manshur, yang dijuluki Al-Hallaj (penyortir wol), awalnya pergi menuju Tustar, di sana menjadi pelayan Sahl ibnu Abdullah selama dua tahun, kemudian setelah itu ia bertolak ke Baghdad.
Ia memulai pengembaraannya pada usia 18 tahun. Setelah itu ia pergi Bashrah dan bergabung dengan Amr ibnu Ustman, sampai delapan belas bulan bersamanya. Ia menikah dengan putri Ya’qub Al-Aqta’. Karena pernikahannya dengan Putri Ya’qub itulah membuat Amr ibnu Ustman menjadi tidak senang terhadap Al-Hallaj.
Karena itulah Al-Hallaj pergi meninggalkan Bashrah menuju Baghdad. Di sana ia menemui Junaid. Junaid memberikan syarat kepada Al-Hallaj, bahwa ia harus diam dan mengasingkan diri.
Setelah beberapa lama ia bersama Junaid, ia melanjutkan perjalanannya menuju Hijaz. Ia tinggal di Makkah selama satu tahun. Setelah itu ia kembali lagi ke Baghdad. Bersama sekelompok sufi ia sering menghadiri majelis Junaid dan sering mengajukan pertanyaan kepada Junaid, namun Junaid tidak menjawabnya.
Ketika Junaid menolak menjawab pertanyaan-pertanyaannya, Al-Hallaj merasa kesal dan tanpa pamit ia pergi menuju Tustar. Di sana ia tinggal selama satu tahun dan diterima dengan hangat oleh masyarakat, namun  karena ia sering merendahkan doktrin yang berlaku di tengah masyarakat saat itu, para ulama ulama pun akhirnya merasa jengkel lalu menentangnya.
Al-Hallaj pun sebenarnya sudah jemu dengan tempat itu. Ia lalu mencoba menanggalkan jubah sufinya, dan mengenakan jubah orang kebanyakan, dan menghabiskan hari-harinya bersama orang-orang kebanyakan (duniawi).
Namun upaya ini tidak membawa perubahan apa-apa bagi dirinya. Setelah itu ia menghilang selama lima tahun. Sebagian ia habiskan waktunya di Khurasan, dan Transoxiana, sebagian lagi di Sistan.
Al-Hallaj kemudian kembali ke Ahwaz. Di sana khotbah-khotbahnya mendapat dukungan dari kaum elite dan masyarakat kebanyakan. Ia sering berkhotbah tentang rahasia-rahasia manusia, sehingga ia dijuluki sebagai “Al-Hallaj Sang Rahasia.”
Setelah masa itulah ia mengenakan jubah Darwis yang compang camping lagi dan pergi menuju ke tanah Haram, bersama sekelompok orang dengan pakaian yang serupa. Saat ia tiba di Makkah, Ya’qub Al-Nahrajuri menuduhnya sebagai tukang sihir. Karena tuduhan itulah ia kembali lagi ke Bashrah, lalu ke Ahwaz.
“Sekarang aku akan pergi ke negeri-negeri kaum Polities, untuk menyeru manusia kepada Allah,” tuturnya.
Ia pun pergi ke India, Transoxiana, lalu ke Cina., menyeru manusia kepada Allah dan banyak menulis kitab untuk mereka.
Saat ia kembali dari pengembaraannya ke daerah-daerah itu, masyarakat di daerah-daerah tersebut menulis surat untuknya.
Orang-orang India memanggilnya Abul Mughis, masyarakat Cina menjulukinya Abul Mu’in, mereka yang di Khurasan mengenalnya sebagai Abul Muhr, orang-orang Parsi memanggilnya Abu Abdullah, masyarakat Khusiztan menjulukinya Al-Hallaj, sang Rahasia, di Bahgdad ia dijuluki sebagai Mustalim, sedangkan di Bashrah ia dikenal sebagai Mukhabbar.
Sekembalinya dari Makkah yang kedua kalinya, keadaannya telah banyak berubah. Ia adalah seorang “manusia baru”, menyeru manusia kepada kebenaran dengan menggunakan istilah-istilah yang sama sekali tidak dipahami oleh seorangpun. Karena itulah, diriwayatkan bahwa ia telah di usir dari lima puluh kota.
Dalam keadaan yang membingungkan seperti itulah, masyarakat terbelah menjadi dua kelompok berkaitan dengan Al-Hallaj, ada yang pro pada pendapatnya, dan ada banyak yang menentangnya. Walaupun mereka banyak yang menyaksikan keajaiban-keajaiban yang dilakukan oleh Al-Hallaj.
“Katakanlah, Dialah Kebenaran,” teriak mereka kepadanya.
“Ya, Dialah segalanya,” jawab Al-Hallaj. “Kalian mengatakan bahwa Dia hilang (tak dapat diindrai). Sebaliknya Husainlah (maksudnya dirinya) yang hilang (fana). Lautan tak akan surut ataupun lenyap.”
Masyarakat melapor kepada Syekh Junaid, “kata-kata Al-Hallaj mengandung makna esoteris.”
“Biarkan ia dieksekusi,” jawab junaid. “Sekarang ini bukanlah saat yang tepat bagi makna-makna esoteris.”
Ia dipenjara oleh Khalifah selama satu tahun. Namun selama dalam tahanan itu, masyarakat sering menjenguk dan menemuinya untuk mengkonsultasikan masalah-masalah mereka. Akhirnya mereka dilarang untuk mengunjungi Al-Hallaj. Setelah itu selama lima bulan tak ada seorangpun yang menemuinya, kecuali Ibnu Atha’ dan Ibnu Khafif.
Pada suatu kesempatan, Ibnu Atha’ mengirimkan pesan kepada Al-Hallaj. “Wahai Syekh, mintalah maaf atas segala ucapanmu agar engkau bisa bebas.”
Al-Hallaj menjawab, “Suruh ia yang mengatakan hal ini untuk meminta maaf.”
Ibnu Atha’ menangis saat mendengar jawaban ini. “Kita bahkan tidak memiliki secuil pun derajat dibanding dengan Al-Hallaj.” Katanya.
Diriwayatkan, pada malam pertama ia dipenjara, para sipir datang ke selnya, namun tidak menemukannya di sana. Mereka mencarinya ke seluruh sudut sel, namun ia tetap tidak ditemukan.
Pada malam kedua, mereka juga tidak menemukan baik Al-Jallaj maupun selnya.
Pada malam ketiga, mereka menemukannya berada di dalam selnya.
Para sipir itu bertanya, “Dimana engkau pada malam pertama, dan dimana engkau bersama sel ini di malam kedua? Kini engkau di sel ini kembali, tanda-tanda apa ini?”
Ia menjawab, “Di malam pertama, aku berada di dalam-Nya, karena itulah aku tidak berada di sini. Pada malam kedua, Dia berada di sini, maka aku dan sel ini pun tiada. Di malam ketiga, aku dikirim kembali, agar hukum dapat ditegakkan, ayo lakukan tugas kalian!”
Saat Al-Hallaj masuk penjara itu, ada tiga ratus orang tahanan lain di sana. Malam itu ia menyapa mereka, “Wahai para tahanan, maukah kalian aku bebaskan?”
“Mengapa tidak engkau bebaskan saja dirimu sendiri?” Tanya mereka.
“Aku adalah tahanan Allah, aku adalah pengawal keselamatan,” jawabnya. “Jika engkau mau, aku dapat melepaskan semua belenggu dengan satu isyarat.”
Al-Hallaj membuat satu isyarat dengan jari telunjuknya, dan semua belenggu mereka pun terbuka, hancul lebur.
“Sekarang bagaimana kita bisa pergi? Tanya para tahanan itu. “Karena pintu sel terkunci.”
Al-Hallaj membuat satu isyarat lagi, dan tembok penjara pun jebol.
“Sekarang pergilah kalian,” pekiknya.
“Engkau tidak ikut?” Tanya mereka.
“Tidak,” jawabnya. “Aku punya sebuah rahasia dengan-Nya yang hanya bisa diungkapkan di tiang gantungan.”
“Keesokan harinya para sipir bertanya padanya, “Kemana perginya para tahanan lainnya?”
“Aku telah membebaskan mereka,” jawab Al-Hallaj dengan santainya.
“Mengapa engkau tidak ikut pergi?” tanya mereka.
“Allah punya alasan untuk mencemoohku, maka aku tidak pergi,” jawabnya.
Kejadian di penjara ini dilaporkan kepada Khalifah. “Akan ada kerusuhan,” pekik Khalifah. “Bunuh dia, atau cambuk dia dengan tongkat sampai dia menarik kembali ucapannya.”
Mereka mencambuknya dengan tongkat sebanyak tiga ratus kali. Setiap kali cambuk mendera tubuhnya, sebuah suara ghaib berkata, “Jangan takut, wahai Ibnu Manshur!”
Kemudian mereka membawanya keluar untuk disalib. Dengan tiga belas belenggu yang berat di tubuhnya, Al-Hallaj melangkah dengan tegap sepanjang jalan, sambil melambaikan tangannya seperti seorang pengembara.
“Mengapa engkau berjalan dengan begitu pongah?” Mereka bertanya.
“Karena aku tengah berjalan menuju pejagalan,” jawabnya. sambil melantunkan bait-bait syait:
kekasihku tak bersalah
dieri-Nya aku anggur terbaik seperti Dia
laksana tuan rumah yang ramah,
melayani tamunya.
Dan kala perjamuan telah berakhir,
Dia menghunus pedang dan kafan pun di gelar-Nya,
Itulah takdir,
Bagi ia yang meneguk anggur lama,
Di musim panas bersama singat tua.

Bersambung Bagian Kedua:Al-Hallaj: Ana al-Haq (Bagian 2)